BukuResensiKu - Dunia Cecilia

Judul : Dunia Cecilia 
(Sempat terbit dengan judul: Cecilia dan Malaikat Ariel)
Judul Asli : Through a Glass, Darkly
Pengarang : Jostein Gaarder
Penerbit : PT Mizan Pustaka
ISBN: 9789794338865
Tebal : 209 halaman
Rating : 5 dari 5





Blurb:

"Orang bilang, kita akan ke surga setelah mati. Benarkah?"
Malaikat Ariel mendesah, "kalian semua sekarang sudah berada di surga. Sekarang, di sini. Jadi, sebaiknya kalian berhenti bertengkar dan berkelahi. Sangat tidak sopan berkelahi di hadapan Tuhan."


Malam Natal tahun ini sungguh menyedihkan bagi Cecilia. Ia sakit keras dan mungkin tak akan pernah sembuh. Cecilia marah dan menganggap Tuhan tidak adil. 

Namun, terjadi keajaiban. Seorang Malaikat-Ariel namanya-mengunjungi Cecilia. Mereka berdua kemudian membiat perjanjian. Cecilia harus memberitahukan seperti apa rasanya menjadi manusia dan Malaikat Ariel akan memberitahunya seperti apa surga itu. 

Cecilia adalah seorang gadis cilik yang tengah mengalami sakit keras. Kegiatan sehari-harinya hanyalah berada di kamar, dan hanya mengamati ornamen-ornamen yang ada di kamarnya, atau membaca Science Illustrated yang selalu dibelikan ayahnya, atau menulis di Diari Cina miliknya yang tersembunyi di bawah kolong ranjang. Tapi Cecilia tidak cukup punya tenaga untuk menulis banyak di diari itu. Tapi dia sudah bertekad untuk mencatat semua gagasan yang terlintas di benaknya saat ia terbaring di ranjang. Mereka menyediakan lonceng kecil yang diletakkan di meja apabila Cecilia membutuhkan sesuatu, sehingga anggota keluarganya akan datang. 

Suatu pagi di hari Natal, seorang malaikat menyambanginya dan memulai pertemanan ganjil mereka dengan sebuah sapa, "Nyenyak tidurmu?" Sang malaikat memperkenalkan dirinya sebagai Ariel. Lantas keduanya berdialog dan membicarakan banyak hal, hingga mereka membuat kesepakatan untuk saling menceritakan tentang misteri yang melingkupi kehidupan mereka.  Cecilia harus memberitahukan seperti apa rasanya menjadi manusia dan Malaikat Ariel akan memberitahunya seperti apa surga itu. 

***

Dimulai dari Ariel, yang begitu ingin tahu bagaimana rasanya meraba, melihat, mendengar, memiliki penciuman, memiliki indera perasa. Cecilia heran dan baru mengetahui kalau malaikat tidak bisa merasakan itu semua, membuat Cecilia yang awalnya menganggap aktivitas itu biasa saja jadi ikut berpikir juga, bahwa manusia tercipta dengan banyak sekali kompleksitas yang mahadahsyat. Obrolan mereka pun bergulir ke mana-mana. Seperti misalnya, "Duluan mana ayam atau telur?" atau "Mengapa malaikat tidak punya rambut? Apakah mereka selalu memotong kuku?"

Kata Ariel, manusia dianugerahi hal-hal terbaik dari dua dunia. Mereka punya ruh dan kesadaran malaikat, juga punya badan yang tumbuh, seperi hewan. "Aku nggak suka disamakan dengan hewan," protes Cecilia.

"Semua tumbuhan dan hewan memulai hidup mereka sebagai benih atau sel mungil. Mula-mula mereka sangat serupa sehingga kau tak bisa membedakan mereka. Tapi kemudian, benih-benih mungil perlahan berkembang dan menjelma menjadi segala macam tumbuhan, mulai dari semak berry merah dan pohon plum sampai manusia dan jerapah. Butuh waktu berhari-hari sebelum kau bisa melihat perbedaan antara embrio babi dan embrio manusia. Kau tahu itu?"

Dan dialog yang paling saya suka itu saat mereka membicarakan tentang surga dan Tuhan:

"Aku selalu bertanya-tanya di manakah surga berada," kata Cecilia. "Tak seorang pun astronaut pernah melihat Tuhan atau malaikat."

"Tak seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan pikiran di dalam otak. Dan tak seorang pun psikolog pernah melihat mimpi orang lain. Itu tak berarti pikiran dan mimpi tak benar-benar ada di dalam kepala manusia."

Masih banyak sekali dialog-dialog sarat filosofis sejenis itu. Dan karena disajikan dalam sudut pandang anak kecil yang rasa ingin tahunya tinggi, juga oleh malaikat yang akhirnya punya teman yang bisa diajak mengobrol dan berdiskusi, obrolan ini benar-benar menarik. Sayang sekali, malaikat Ariel hanya datang saat Cecilia sedang sendiri sehingga bahkan ketika keadaannya semakin memburuk, ia meminta orang-orang yang menunggunya untuk pergi. 

Akhirnya memang sudah bisa ditebak bagaimana, tapi yah... tetap saja, perjalanan menuju akhir itu menyimpan banyak perenungan tentang keajaiban alam semesta, tentang manusia dan segala keajaiban yang ada di dalam dirinya. Ironisnya lagi, cerita disampaikan dari sudut pandang Cecilia, seorang anak kecil yang sedang mengalami sakit keras. 

Yang disayangkan, ini kenapa Mizan pada latah mengubah judul novelnya Jostein Gaarder pasca Dunia Sophie, pada diganti dengan "dunia" semua di depannya ya? Dunia Anna, nah sekarang Dunia Cecilia yang sebelumnya pernah diterbitkan dengan judul "Cecilia dan Malaikat Ariel". Entah mengapa saya suka judul aslinya "Through The Glass, Darkly" yang menurut saya lebih filosofis. Karena kita memang menatap "dunia lain" tersebut seperti menatap cermin yang buram. Namun bukan berarti tidak ada. Konsep ketuhanan, malaikat (meskipun saya tidak yakin malaikat yang sesungguhnya itu seperti yang digambarkan oleh Jostein Gaarder melalui Ariel-nya, namun saya percaya bahwa malaikat itu ada), proses penciptaan, dan lain sebagainya yang tidak dapat dipikirkan secara nalar, itu benar-benar ada. Seperti dialog Cecilia-Ariel di atas: Tak seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan pikiran di dalam otak. Dan tak seorang pun psikolog pernah melihat mimpi orang lain. Itu tak berarti pikiran dan mimpi tak benar-benar ada di dalam kepala manusia.

Konsep ide ceritanya pun menarik, dengan memberikan perbedaan yang spesifik dan mendasar antara malaikat dan manusia dengan membuat si malaikat tidak memiliki apa yang melekat dalam diri manusia. Sebenarnya alangkah inginnya saya membicarakan malaikat dalam perspektif Islam, namun apa daya ilmu saya tidak sampai. Tapi di sini, karena tokoh fantasinya Opa Gaarder dibuat sedemikian rupa, membuat kita para pembaca (mungkin saya saja sih) kembali bercermin, tapi tidak melalui cermin yang buram, bahwa dialog dan ide yang diangkat sebenarnya membuat kita harusnya mengenali diri kita sendiri lagi. Jadi ingat ungkapan populer Arab (dan ini bukan hadits lho, by the way), “Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya,” memiliki makna yang mendalam bahwa kalau kita mau melihat keajaiban Tuhan, coba deh lihat ke diri kita sendiri dulu.

Dan sebagai penutup review ini, masih berhubungan dengan  kalimat terakhir saya di atas, ada satu lagi kutipan menarik dari buku ini, tentang pertanyaan Cecilia mengenai apakah malaikat bisa melihat Tuhan.

“Aku sekarang bertatap muka dengan sepotong kecil dari diri-Nya. Apapun yang kulihat dan kubicarakan dengan sepotong kecil diri-Nya, sama artinya aku melihat dan membicarakan-Nya dengan Dia.
~ MyBookComic

Do you Like This BukuResensiKu - Dunia Cecilia ? Let's Share via